quinta-feira, 10 de julho de 2014

Isu-Isu HAM, Orde Baru dan Komunis pada Pemilu Presiden Indonesia 2014

Catatan singkat (sanggat singkat sekali) mengenai isu-isu HAM, Orde Baru dan Komunis pada pemilu Indonesia 2014

Saya selalu mengikuti perkembangan politik di Indonesia lebih-lebih yg berkaitan dengan pemilihan presiden saat ini. Selama ini saya tidak memberi komentar apapun agar tidak menimbulkan hal2 yg tidak diinginkan. Setelah diadakannya pemilu saya merasa sudah bisa memberi komentar. 

Pertama-tama selamat untuk rakyat Indonesia yg telah sukses menjalangkan pemilu 2014.

Pada dasarnya sebagai warga negara asing dan sebagai warga dari negara tetangga saya satu ide dengan eks presiden kami Dr. José Ramos Horta bahwa kami menghormati prosedur aturan hukumnya negara Indonesia. Bahwa siapapun yg dipilih oleh rakyat Indonesia, kami menghormati dan bahkan Timor-Leste welcome bila Prabowo terpilih sebagai presiden (pada dasarnya siapapun yg terpilih kami welcome) berkunjung ke Timor-Leste. 

Sebagai warga negara dunia /cidadão do mundo (Socrates) dan lebih-lebih sebagai seorang pelajar saya pikir kita semua sepakat bahwa masalah HAM adalah masalah universal. Saya melihat bahwa siapapun yg terpilih sedikit agak sulit baginya untuk menyelesaikan masalah-masalah HAM di masa lalu. Semua orang tahu bahwa bila Pak Prabowo yg menjadi presiden sulit baginya untuk menyelesaikan masalah HAM. Begitu juga di kubu Jokowi. Walaupun Jokowi itu bersih dari masalah HAM tapi didalam kubu Jokowi ada oknum2 yg bisa dicurigakan keterlibatannya dalam pelangaran HAM. Saya realisitis saja dengan berpikir bahwa dalam dukungan politik pasti ada "give and take" atau "give and hope to take" dan itu berarti bila Jokowi terpilih dia akan menghadapi kesulitan untuk menyelesaikan masalah HAM dengan suatu dugaan bahwa didalam kubunya juga ada oknum2 yg dicurigai keterlibatannya dalam masalah HAM. 

Saya pikir kalau Indonesia bertekad untuk mengusut tuntas masalah dugaan pelanggaran HAM di Indonesia (yg tentunya akan berimbas pada masalah HAM di Tim-Tim juga), Indonesia harus melakukan dua hal. 

Pertama, Indonesia harus mengubah aturan pemilihan presiden. Alangkah baiknya menciptakan aturan yg memungkinkan adanya calon independen atau aturan yg memungkinkan adanya banyak calon presiden (walaupun akhirnya harus tetap diusung oleh partai dengan membuat suatu kriteria yg sedikit fleksibel agar bisa memungkinkan partai yg bersih dari masa lalu dan bersih dari masalah HAM untuk mengusung calonnya) dengan maksud akan ada banyak pilihan dan itu akan memungkin akan ada calon2 presiden yang bersih dan tidak punya ikatan dengan orang yg dianggap punya masalah HAM di masa lalu. Dengan begitu, dia akan bisa, tidak ada beban, menyelesaikan masalah HAM. 

Kedua, Indonesia seharusnya meratifikasi segala perangkat hukum internasional bagi perlindungan HAM. Dan juga harus menjamin supremasi Hukum Internasional didalam tata hukum dalam negara Indonesia. Hanya dengan begini baru jaminan untuk penyelesaian HAM dan lebih-lebih jaminan perlindungan HAM dimasa mendatang akan lebih kuat. 

Apapun penyelesaian HAM di Indonesia, saya pikir alangkah lebih baik demi keutuhan negara Indonesia dan untuk Indonesia bangkit dan hebat (agar lebih netral saya mengunakan slogan dari kedua belah pihak), Indonesia sebaiknya melakukan seperti apa yg dilakukan di Timor-Leste (berdasarkan pengalaman dari Afrika Selatan): Comissão Acolhimento, Verdade e Reconciliação. Politikus-Politikus Indonesiapun sebaiknya berjiwa besar seperti pemimpin-pemimpin kemerdekaan Timor-Leste; Xanana, Ramos-Horta, Mari Alkatiri, Matan-Ruak, Lere Anang Timur, Lu Olo, dll yang berjiwa besar untuk memperjuangkan rekonsiliasi antara sesama anak bangsa. Karena kita terbentur juga oleh masalah2 politik Internasional, kepentingan luar pada masa lalu dan sanggat kompleks sekali.

Saya juga salut dengan sebuah pemikiran bahwa satu musuh terlalu banyak dan seribu kawan terlalu sedikit. Dan saya juga salut dengan pemikiran tentang revolusi mental. Dua pemikiran (dari kedua belah pihak) yang bagus untuk dunia yang bersahabat dan berjaya. Kalau kita mau melihat dengan jujur pelangaran HAM di Indonesia dan di Timor-Leste adalah hasil dari konstelasi politik dunia; perang antara blok Barat dan Timur. Disini kita harus jujur untuk mengatakan bahwa USA punya peran yg besar dalam jatuhnya pemerintahan Soekarno dan berdirinya Orde Baru dimana terjadinya pelangaran HAM di Indonesia dan di Timur-Leste(invasi Indonesia ke Timor-Leste juga atas “suruhan” USA. Saya menulis dalam tanda kutip karena ada dokumen resmi dari Pemerintah Indonésia, dari Menteri Luar Negeri Indonesia pada Dr. Ramos Horta selaku menteri luar negeri Timor-Leste pada awal diproklamirkan berdirinya RDTL yg salah satu bunyinya adalah menghormati kemerdekaan Timor-Leste dan ada banya informasi dimana kita bisa melihat bahwa Indonesia memang di suruh oleh USA untuk menginvasi Timor-Leste). 

Kalau dikatakan orde baru akan bangkit kembali saya pikir juga kurang tepat karena sistem demokrasi Indonesia sudah beda. Kita bisa berpijak pada pemerintahan Gus Dur yg berhasil digulingkan oleh parlamen. 

Kalau dikatakan komunis akan kembali bangkit di Indonesia juga kurang tepat juga. Karena komunis sudah tidak menjadi trend lagi di masa sekarang. Terlebih lagi sanggat berat bagi Indonesia (harganya akan sanggat mahal sekali bagi Indonesia) karena komunis sudah gagal pada masa lalu Indonesia. Apalagi Indonesia saat ini dianggap sebagai sekutu USA dan termasuk sanggat andil dalam pergaulan politik internasional. Walaupun China menganut paham komunis (hanya pada tingkat politik saja) karena kelihatan jelas sekali ekonominya sudah liberal. 

Masa lalu, siapapun yg benar, tidak akan bisa diubah tapi kita bisa memperbaiki masa depan agar hal2 yg tidak baik di masa lalu tidak akan terulang lagi. Ini hanyalah suatu kepedulian sebagai warga dunia dan warga dari negara tetangga. Kata orang ada beberapa hal didunia yg tidak bisa dipilih. Salah satu adalah menjadi negara tetangga. Kepedulian yg baik antar negara sanggat dibutuhkan dalam kelangsungan hidup negara didunia.