Puisi cintaku
(I)
Dirimu hadir dalam kesepianku
wajahmu nan manis mengepak hatiku
mmimpiku terbang dalam angang-angang indahku.
Hasratku meronta-ronta bagaikan pengembara
Di tengah padang passir yang haus akan air.
Kau, bagiku, bagaikan air kehidupan.
Bila kau tak hadir dalam hidupku saat ini
maka aku akan berteriak namamu dalam jiwaku.
Aku hanya berharap
dalam jiwamupun kau meyahut panggilanku.
Bila juga kau tak menyahut
dan pintu hatimu tertutup rapat
maka aku sebaiknya berlari
menerjang gulungan ombak yang menghalang
dan berteriak menjerit pada-Mu, Tuhan
dan bertanya: Mengapa Engkau membawakan hatiku bertemu belahan jiwaku? Sedangkan belahan jiwaku cuek bebek bagaikan bebek yang mengepas air dan tak menghiraukan bila ada hati yang sedang jatuh hati?
Tapi bila Engkau ya, Tuhan juga diam dalam kesunyian-Mu yang nan mulia. Aku sebaiknya berlari merana dalam kesunyian hatiku mengejar anggan-angganku yang kosong
Dan kembali ke kesendirianku seperti semula
bagaikan seorang prajurit yang kalah perang
tertunduk malu, lesuh, letih
dan menyerah pada nasib cintaku.
Tapi aku sebaiknya tidak menyerah pada nasib buruk itu.
Aku harus berjuang bagaikan kesatria
atau bahkan sebagai Pangeran
yang berjuang dengan segala cara
dan dengan segala usaha
dan bahkan sampai titik darah penghabisan.
Bila maut datang menjemput aku sekalipun
paling tidak sebelum rohku melambaikan tanggan pada tubuhku, aku ingin sekali berbisik ditelinganya: I love you so much.
Puisi cintaku (II)
Ketika
mata kita saling bertatapan
jantungku berdebar
dan ada suatu kebahagian
yang terasa dalam jiwaku
apakah ini tanda aku sedang jatuh cinta?
Bila begitu mengapa aku harus diam?
Mengapa tidak aku tembak saja dirimu? Inilah kata-kata yang aku pikirkan waktu pertama kali aku melihatmu di Santo Yoseph di tahun 1998.
Aku bertanya pada sang rembulang
yang tersenyum manis diatas sana
namun ia diam membisu tak menjawab.
Mungkin saja ia yang tahu isi hatiku
hanya bisa tersenyum tanpa mengeluarkan kata-kata
karena lidahnya keseleo, tercengang, melihat indahnya manusia jatuh cinta. Namun hatiku memberontak menginginkan suatu jawaban atas suatu perasaan yang sedang aku rasakan ini.
jantungku berdebar
dan ada suatu kebahagian
yang terasa dalam jiwaku
apakah ini tanda aku sedang jatuh cinta?
Bila begitu mengapa aku harus diam?
Mengapa tidak aku tembak saja dirimu? Inilah kata-kata yang aku pikirkan waktu pertama kali aku melihatmu di Santo Yoseph di tahun 1998.
Aku bertanya pada sang rembulang
yang tersenyum manis diatas sana
namun ia diam membisu tak menjawab.
Mungkin saja ia yang tahu isi hatiku
hanya bisa tersenyum tanpa mengeluarkan kata-kata
karena lidahnya keseleo, tercengang, melihat indahnya manusia jatuh cinta. Namun hatiku memberontak menginginkan suatu jawaban atas suatu perasaan yang sedang aku rasakan ini.
Aku kembali menunduk berjalan
mencari-cari didalam kerumunan orang
bila ada orang yang bisa memberi aku jawaban.
Ketika aku ikut diam didalam kesunyian alam
aku mendengar hatiku berkata: “Bila kau sungguh mencintanya
kau harus banyak berdiam juga
dan biarlah ia yang akan menemukan
bila cintanya ada dalam dirimu atau tidak
karena pada dasarnya jodoh itu
adalah nasib dan nasib itu ada kalanya
udah di atur yang di Atas sana.Tapi suara hatiku yang lain juga berkata: kau harus berjuang mempertahan pernikahan sucimu itu, Hercus. Ini bukan lagi mengenai jodoh atau tidak jodoh. Tapi meyangkut keselamatan pernikahan suci kau ikrarkan dihadapan Tuhan Allah Bapa, Putra dan Roho Kudus. Katanya keluarga istrimu itu sanggat katolik sekali, kalau memang demikian pasti mereka akan mempertahankan pernikahan kalian.Karena dalam injil tertulis: Apa yang dipersatukan oleh Tuhan tidak bisa diceraikan oleh manusia.
mencari-cari didalam kerumunan orang
bila ada orang yang bisa memberi aku jawaban.
Ketika aku ikut diam didalam kesunyian alam
aku mendengar hatiku berkata: “Bila kau sungguh mencintanya
kau harus banyak berdiam juga
dan biarlah ia yang akan menemukan
bila cintanya ada dalam dirimu atau tidak
karena pada dasarnya jodoh itu
adalah nasib dan nasib itu ada kalanya
udah di atur yang di Atas sana.Tapi suara hatiku yang lain juga berkata: kau harus berjuang mempertahan pernikahan sucimu itu, Hercus. Ini bukan lagi mengenai jodoh atau tidak jodoh. Tapi meyangkut keselamatan pernikahan suci kau ikrarkan dihadapan Tuhan Allah Bapa, Putra dan Roho Kudus. Katanya keluarga istrimu itu sanggat katolik sekali, kalau memang demikian pasti mereka akan mempertahankan pernikahan kalian.Karena dalam injil tertulis: Apa yang dipersatukan oleh Tuhan tidak bisa diceraikan oleh manusia.
Aku banyak merenungk kkemanakah nasib cintaku
akan dibawah?
Puisi
cintaku (III)
Tetapi aku tidak mau berpasrah pada nasib. Karene nasib itu harus di bentuk. Bagaikan periuk-periuk tanah liat yang dibentuk indah oleh tangan-tangan para petani desa. Dan cinta yang aku rasakan ini. Aku ingin untuk membentuknya menjadi lebih indah dari hasil karya para petani-petani itu.
Andaikan cintaku bagaikan lukisan maka aku ingin melukis cintaku lebih indah dari lukisan yang paling indah bahkan yang pernah dihasilkan dari tanggan Mikael Angelo sekalipun juga. Aku ingin
membentuk cintaku entah sama dengan cintanya
Romeo & Juliet
Brahmana & Sinta
Ataupun
Tristan
& Isolde
Bahkan
munking sama dengan
Santo Valentim dan Astérias
Kebutaan Astérias bisa
disembuhkan dengan cinta Santo Valentim. Maka kiranya segala
rintangan kami bisa hancur
oleh kekuatan cinta yang ada
pada kami yang
menyatukan kami. Tapi
aku juga sadar bila cinta itu jangan
hanya bertepuk sebelah tanggan harus dua! Dua tangan bertepuk. Namun tepukannya jangan seperti penontong bola kaki yang bertepuk tidak teratur dan tak berima. Terdengar gaduh dan membosangkan. Aku ingin tepukan
cinta kami harus indah dan
berima yang dihasilkan oleh
satu jiwa dan satu
napas kami. Bagaikan musiknya Bethoven yang dihasilkan oleh mata jiwanya bukan mata raganya yang butan itu. Karena segala sesuatu yang dihasilkan oleh jiwa adalah sempurna
dalam ketidaksempurnaan
manusia.
Aku ingin
menciptakan cinta kami
dari yang tidak sempurna menjadi sempurna dalam
KESETIAN
karena kesetianlah dan
hanya kesetianlah yang
menyempurnakan cinta kedua ingsang manusia yang tidak sempurna menjadi
sempurna. Dan bila saja
aku tahu ajal akan tiba aku
ingin memohon pada Tuhan agar malakaitnya mengambil nyawa kita di hari yang sama agar bila tubuhku masuk ke liang lahat aku akan tetap memeluk dirimu yang adalah
cintaku yang tidak sempurna menjadi sempurna akan kesetianku yang telah aku janjikan di Fátima dan di
Gereja dalam sakramen pernikahan yang kudus.
Tapi aku kwatir bila diammu itu akan membawa malapetaka bagi kita semua.
Mungkinkah? Semuanya ada didalam tanggan Tuhan, dirimu dan keluargamu.
Aku berharap semoga saja
tidak! Dan kau mau mengatakan sesuatu padaku saat ini juga.Sebelum nasi menjadi
bubur. Sebelum air mata tak pantas berlinang. Sebelum penyesalan datang
terlambat. Sebelum kemauan baik masih ada. Sebelum sinar harapan masih terang.
Karena bila sinar itu redup dan mati cerita cinta kitapun akan berubah tragis
dan meyedihkan. Keputusan ada di tangganmu. Bila kau putuskan kembali, demi
janjiku dan demi Sakramen Mahakudus, aku siap memaafkanmu. Bila kau putuskan
tidak kembali. Itu juga hakmu. Dan aku akan membutktikan saja padamu dan pada
semua orang ternyata aku tidak sebodoh yang kamu pikirkan. Maka saat ini aku
berpikir akan dua hal keputusan ada di tangganmu dan bila kau berpikir untuk tidak
kemabli padaku karena aku bodoh seperti bisikan orang-orang ditelingamu dan menhancurkan
hidpuku maka pembuktian ada ditangganku.Aku hanya ingin menununjukan padamu
bahwa ternyata kau dan mereka salah menilaiku. Aku tidak sebodoh yang kalian
pikirkan.
Sem comentários:
Enviar um comentário